Jumat, 14 April 2023

Konsultasi Hukum


Konsultasi adalah sebuah dialog di dalamnya ada aktivitas berbagi dan bertukar informasi dalam rangka untuk memastikan pihak yang berkonsultasi agar mengetahui lebih dalam tentang suatu tema. Oleh karenanya, konsultasi adalah sesuatu yang edukatif dan inklusif. Konsultasi merupakan salah satu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien) dan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran kepada klien tersebut untuk mematuhi keperluan dan kebutuhan klien.

Konsultasi dapat diartikan sebagai proses memberikan bantuan kepada seseorang oleh orang yang ahli dan memenuhi standar kualifikasi pada area tertentu untuk mengetahui tentang diri mereka, mengembangkan potensi, menyelesaikan masalah, membuat keputusan, penyetelan diri, dan lain-lain. Dalam proses konsultasi akan melibatkan tiga pihak, yaitu konselor, konsulte, dan konseli atau pihak ketiga. Ketiga pihak tersebut merupakan komponen layanan konsultasi yang menjadi syarat untuk menyelenggarakan kegiatan layanan.

Definisi Konsultasi

Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang diberikan dalam Undang-undang nomor 30 tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika melihat pada Black’s Law Dictionary dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultation) adalah: Act of consulting or conferring: e.g.patient with doctor, client with lawyer.deliberation of persons on some subject. Dari rumusan yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat diketahui bahwa pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut.[1]Secara sederhana, konsultasi merupakan salah satu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien) dan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran kepada klien tersebut untuk mematuhi keperluan dan kebutuhan klien.[2]

Banyak pendapat yang dikemukakan oleh ahli tentang konsultasi, diantaranya definisi konsultasi seperti yang dikemukakan oleh Zins, bahwa konsultasi adalah suatu proses yang biasanya didasarkan pada karakteristik hubungan yang sama yang ditandai dengan saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerjasama dalam mengidentifikasikan masalah, menyatukan sumber-sumber pribadi untuk mengenal dan memilih stategi yang mempunyai kemungkinan dapat memecahkan masalah yang telah diidentifikasi, dan pembagian tanggungjawab dalam pelaksanaan dan evaluasi program atau strategi yang telah direncanakan.

Konsultasi menurut Wikitionary adalah sebuah pertemuan atau konferensi untuk saling bertukar informasi dan saran.Konsultasi didefinisikan oleh Audit Commission sebagai sebuah proses dialog yang mengarah kepada sebuah keputusan. Definisi tersebut menyiratkan tiga aspek dalam konsultasi:

1.   Konsultasi adalah sebuah dialog didalamnya ada aktivitas berbagi dan bertukar informasi dalam rangka untuk memastikan pihak yang berkonsultasi agar mengetahui lebih dalam tentang suatu tema. Oleh karenanya, konsultasi adalah sesuatu yang edukatif dan inklusif;

2.   Konsultasi adalah sebuah proses yang interaktif dan berjalan;

3.  Konsultasi adalah tentang aksi dan hasil. Konsultasi harus dapat memastikan bahwa pandangan yang dikonsultasikan mengarahkan kepada sebuah pengambilan keputusan. Oleh karenanya, konsultasi adalah tentang aksi dan berorientasi kepada hasil.

Konsultasi Sebagai Jalan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, Pasal 1 angka 10 merumuskan bahwa : “Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisasi, atau penilaian ahli.”[3]

Sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa peran dari konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tindakan dominan sama sekali, konsultan hanya memberikan pendapat (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun ada kalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang di kehendaki oleh para  pihak yang bersengketa tersebut.[4]

Di lihat dari kemungkinan-kemungkinan itu, maka dapat diketahui bahwa sebenarnya mekanisme konsultasi ini, walaupun bersifat interpersonal lebih mengarah kepada hubungan yang sifatnya tidak wajib (kebolehan).Karena pada akhirnya keputusan jalan (solusi) yang akan ditempuh diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkonsultasi.[5]

Mekanisme Konsultasi Hukum

Mekanisme yang biasa dilakukan dalam konsultasi sebagai berikut:

1.  Pihak yang membutuhkan pendapat/pertimbangan (klien) datang langsung kepada konsultan yang dipilih.

Tentu saja sebelumnya sudah membuat janji terdahulu.Klien harus selektif dalam memilih konsultan.Jangan sampai terjebak pada konsultan yang tidak profesional. Tidak ada salahnya meminta referensi dari teman/ kolega.Pilihlah konsultan yang benar-benar ahli di bidangnya yang memiliki track record yang baik.

2.   Klien menceritakan seluk beluk permasalahan atau sengketa yang dihadapi.

Kejujuran dan keterbukaan dari klien sangat penting agar konsultan dapat menganalisa dan mengurai masalah sebelum memberikan pendapat atau pertimbangan. Jika diperlukan klien dapat memberikan dokumen yang relevan untuk memperjelas kasus.Pada proses ini seorang konsultan berada pada posisi pasif, lebih banyak mendengarkan dan jika dianggap penting dapat bertanya kepada klien. Upayakan pada saat klien bercerita, suasana dikondisikan nyaman, tenang, dan informal, sehingga klien lebih leluasa dan enjoy. Proses dialogis dapat dilakukan sepanjang memang diperlukan untuk memperjelas permasalahan.

3.   Konsultan mempelajari permasalahan atau kasus sengketa yang diajukan klien.

Sebelum proses ini, seorang konsultan harus yakin bahwa semua informasi yang berkenaan dengan kasus yang dimintakan pendapat atau pertimbangan sudah cukup lengkap. Jangan pernah memberikan pendapat sebelum semua informasi diperoleh dengan lengkap.Jika dirasakan ada informasi yang kurang atau tidak jelas, sebaiknya meminta penjelasan lebih lanjut dengan klien.Konsultan dapat meminta waktu kepada klien untuk mempelajari kasus.

4.   Konsultan memberikan pendapat atau pertimbangan kepada klien.

Pertimbangan dapat diberikan secara lisan atau tertulis. Sebaiknya pertimbangan diberikan secara tertulis dengan memberikan penjelasan secara lisan.Perlu di ingat dalam konsultasi apa pun pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh konsultan, klien memiliki kebebasan untuk mengikuti pendapat tersebut atau mengabaikannya. Tidak ada keterikatan apapun bagi klien untuk mematuhinya dan juga tidak ada kekuatan apa pun bagi konsultan untuk memaksakan pendapatnya kepada klien. Tiga kemungkinan tindakan yang diambil klien yaitu : Mengikuti pendapat konsultan (seluruh atau sebagian), Mengabaikan atau menolaknya, dan memutuskan sendiri langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa. Klien juga boleh berkonsultasi dengan konsultan lain untuk memperoleh second opinion.[6]

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan mekanisme konsultasi dalam menyelesaikan sengketa:

a.  Tidak ada persyaratan khusus dalam memilih seseorang konsultan. Namun ada baiknya untuk mencari konsultan yang sudah berpengalaman dibidangnya. Periksalah latar belakang konsultan tersebut.

b.  Karena tidak adanya keterikatan dengan usulan konsultan maka hasil konsultasi ini harus dianggap sebagai perspektif dari sudut pandang yang berbeda sehingga kita mempunyai keluasan dalam memandang sebuah sengketa. Dengan demikian, pada saat bertemu dengan pihak lawan kita dapat mengambil keputusan penyelesaian yang saling menguntungkan.

c.  Karena tidak adanya keterikatan dengan usulan konsultan maka hasil konsultasi ini harus dianggap sebagai perspektif dari sudut pandang yang berbeda sehingga kita mempunyai keluasan dalam memandang sebuah sengketa. Dengan demikian, pada saat bertemu dengan pihak lawan kita dapat mengambil keputusan penyelesaian yang saling menguntungkan.

SIMPULAN

Konsultasi hukum merupakan orang yang bertindak memberikan nasehat- nasehat dan pendapat hukum terdapat suatu tindakan atau perbuatan hukum yang akan dan yang telah dilakukan oleh kliennya. Konsultasi hukum di ibaratkan sebagai rekan dan mitra hukum klien.Konsultasi hukum memiliki peran untuk melakukan pemeriksaan hukum terhadap perusahaan yang akan melakukan penawaran umum dimana berdasarkan pemeriksaan hukum tersebut, konsultan hukum akan memberikan pendapat hukum yang dimuat dalam prospektus.

 


[1] Sri Hajati, “Politik Hukum Pertanahan”, (Surabaya: Airlangga University Press,2018), hlm 429.

[2]Amran Suadi, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah”, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm.69.

[3] Nevey Varida Ariani,”Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan”, Jurnal Rechts Vinding Vol.1,No.2,2012, hlm.279.

[4] Nevey Varida Ariani, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan”, Jurnal Rechts Vinding Vol.1,No.2,2012, hlm.280.

[5] Andi Ardillah Albar, “Dinamika Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Hukum Kenotarisan Vol.1, No.1,2019 ,hlm.22.

[6] Candra Irawan, ”Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia”, Bandung : CV.Mandar Maju,2017 .Hlm 41-43.

 

Sabtu, 08 April 2023

Antara Binatang dan Makhluk yang bernama “Manusia”

Binatang sebagaimana yang kita ketahui adalah makhluk yang memiliki naluri untuk hidup dan mempertahankan diri. Hidup disini maksudnya adalah untuk memenuhi segala kebutuhan perutnya yang bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Sedangkan mempertahankan diri digunakan untuk menghindari atau berupaya untuk menjaga diri dari serangan pemangsa. Selain itu binatang juga memiliki naluri untuk berkembang biak dan mempertahankan populasi kelompoknya. Walaupun binatang termasuk makhluk yang juga memiliki akal namun fungsi akal bagi hewan adalah untuk memenuhi berbagai bentuk kebutuhan sebagaimana yang diungkapkan diatas. Sebagai contoh bunglon mempertahankan diri dengan mengubah warna kulit sesuai dimana ia berada. Selain itu ada pula cara unik cerpelai yang melakukan tarian hipnotis untuk memperdaya mangsanya. Dan kebiasaan belalang sembah akan memakan kepala pejantannya setelah berkembang biak. Namun itulah berbagai bentuk fitrah binatang yang tidak dibekali akal seperti halnya manusia.

Berbeda halnya dengan manusia. Dalam banyak hal manusia dengan akalnya memiliki beragam kelebihan dibanding dengan makhluk lain seperti halnya binatang. Manusia secara alami dapat berfikir secara mendalam terhadap berbagai objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru. Oleh sebab itu, manusia dalam konsep islam dianggap sebagai kholifah di bumi. Yang artinya dengan bekal akal itulah manusia dapat membangun berbagai bentuk peradaban. Terlebih dengan kewajiban dasar manusia untuk belajar akan memunculkan berbagai bentuk perkembangan zaman hingga teknologi sebagaimana yang dapat kita rasakan saat ini. Selain dikenal dengan kecerdasan akalnya, manusia juga termasuk makhluk yang tidak dapat hidup sendiri atau zoon politicon. Artinya manusia dikodratkan untuk hidup membentuk suatu komunitas dan berinteraksi satu sama lain.

Walaupun banyaknya kelebihan yang dimiliki manusia, manusia mempunyai sisi gelapnya tersendiri. Manusia mempunyai berbagai sifat yang dapat berpotensi untuk merusak keberlangsungan hidup manusia lainnya atau terhadap makhluk lainnya. Sifat-sifat itu diantaranya seperti: serakah, korup, iri, dengki, pendendam, pembangkang, ambisius, sombong dan lain sebagainya. Salah satu kalimat terkenal dalam bahasa latin yang berbunyi,  “Homo homini lupus est” atau diterjemahkan dalam bahasa indonesia mengandung arti: manusia adalah serigala bagi manusia yang lain. Ungkapan ini mencoba menggambarkan salah satu sifat manusia yang terkadang kejam bagaikan serigala. Karena manusia seringkali kehilangan peri kemanusiaannya sendiri sehingga muncul berbagai bentuk peristiwa hukum yang memandang perlunya penjatuhan sanksi yang adil agar timbul efek jera dan peringatan bagi manusia yang lain. Adapula berbagai bentuk peristiwa yang menggambarkan kekejaman manusia diantaranya seperti: pembunuhan, pemutilasian, pembuangan bayi, penipuan dan lain sebagainya.

Keberadaan agama dan hukum menjadi benteng bagi kehidupan manusia yang dibekali akal tersebut. Agar tercipta kesejahteraan dan keamanan masyarakat dalam berinteraksi pada sesamanya. Sehingga tidak memunculkan berbagai bentuk kerugian baik secara materil maupun non materil.

Senin, 13 Maret 2023

Teori Imamah dalam Pandangan Syi’ah


Pengertian Imamah

Imamah adalah ism mashdar atau kata benda dari  kata  amama yang artinya “di depan.” Sesuatu yang di depan disebut dengan “imam.” Itulah sebabnya, dalam kehidupan sehari-hari, kata imam sering dimaknai untuk menunjuk orang yang memimpin shalat jamaah. Arti harfiah dari kata tersebut adalah orang yang berdiri di depan untuk menjadi panutan orang-orang yang di belakangnya. Dengan demikian, imam berarti orang yang memimpin orang lain. Sementara itu, imamah adalah  lembaga  kepemimpinan.[1]

Serupa  dengan  penjelasan  Al-Mujam Assy-Syamil  Limustholahat  Alfalsafah  karya  Dr,  Abdul  Munim  AL-Hifny, imam adalah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam agama dan dunia yang harus di ikuti oleh seluruh umat.[2]Al Mawardi memposisikan al- imamah sebagai pengganti tugas kenabian dalam menjaga dan memelihara masalah agama serta urusan keduniaan. At Tafazani mendefinisikan dengan pemimpin tertinggi negara yang bersifat universal dalam mengatur urusan agama dan keduniaan.

Ibnu Khaldun mengatakan imamah adalah muatan seluruh komunitas manusia yang sesuai dengan pandangan syariat guna mencapai kemaslahatan mereka baik di dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan seluruh sistem kehidupan manusia dikembalikan pada pertimbangan dunia demi mendapatkan kemaslahatan akhirat. Dari beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahwa Imamah adalah kekuasaan tertinggi dalam negara Islam yang bersifat menyeluruh dalam memelihara agama dan pengaturan sistem keduniaan dengan berasaskan syariat Islam dan pencapaian maslahat bagi umat di dunia dan akhirat(Nafi, 2010).[3]

Secara teknis, hampir tidak ada perbedaan antara khilafah dan imamah sebagai lembaga kepemimpinan. Namun dalam praktisnya, kata imamah tidak disandarkan pada proses suksesi  sebagaimana yang terjadi dalam proses khilafah yang sebetulnya lebih bernuansa sosial. Konsep imamah pada akhirnya lebih cenderung dipahami bersifat doktrinal. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai persyaratan tertentu yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki posisi imam.Meskipun memiliki tujuan yang sama yakni untuk menegakkan dan mengatur masalah-masalah masyarakat dan kesadaran akan kemestian adanya individu-individu yang memiliki kemampuan yang bekerja mengelolanya, namun konsep imamah adalah konsep yang meyakini bahwa seorang pemimpin adalah seseorang yang ditunjuk oleh Allah. Allamah Thabaththaba‟i memiliki pandangan bahwa seorang imam telah ditunjuk oleh Allah SWT. sepeninggal Rasulullah Saw., dengan tujuan untuk menegakkan budaya dan hukum-hukum agama dan membimbing umat di jalan kebenaran. Itulah sebabnya, konsep imamah lebih  banyak ditemui dalam literatur Syi‟ah. Dan, hal ini kemudian menyebabkan konsep imamah justru lebih banyak ditemui dalam  wilayah  kajian akidah, termasuk salah satu masalah Ilmu Kalam.[4] 

Sekte Syi’ah dan Perbedaan Pandangan dalam Menentukan Imam

Pada perkembangan selanjutnya, aliran syi‟ah ini terpisah menjadi puluhan cabang atau sekte. Perpecahan ini disebabkan antara lain oleh perbedaan pandangan mereka tentang sifat imam, apakah ma‟shum(terpelihara dari dosa) atau tidak, dan perbedaan dalam menentukan pengganti imam. Dalam hal yang pertama, ada  yang memandang bahwa Ali ibn Abi Thalib dan imam-imam lainnya bersifat ma‟shum  sebagaimana  halnya  Nabi  Muhammad  Saw,   seperti   yang dianut imamiyah dan isma‟iliyah. 

Sedangkan sekte yang lain, Zaidiyah memandangnya tidak ma‟shum, sementara dalam  masalah  pergantian imam sebagian kelompok ada yang mengangkat Zaid  ibn  Ali  sementara yang lain tidak menyetujuinya dan mengangkat yang lain sebagai imam mereka. Dari sekian banyak jumlah sekte syiah dapat dikelompokkan ke dalam moderat, ekstrem dan diantarnya kedua kutub tersebut kelompok yang  moderat  umumnya  memandang  Ali  sebagai  “manusia  biasa”, mereka juga bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.

Adapun kelompok ekstrim memperlakukan ali sebagai superman, mereka menempatkan Ali sebagai seorang nabi yang  kedudukannya  lebih  tinggi dari Nabi Muhammad Saw  sendiri,  bahkan  diantara  kelompok  ini  ada yang menganggap Ali  sebagai  penjelma  Tuhan.  

Sementara  kelompok ketiga memandang Ali sebagai  pewaris  sah  jabatan  khalifah  atau  imam dan menuduh Abu Bakar dan  Umar  telah  merebutnya  dari  tangan  Ali. Akan tetapi mereka memperlakukan Ali tidak seperti seorang nabi yang lebih utama dari Nabi Muhammad Saw sendiri apalagi penjelmaan dari Tuhan.Namun diantara semuanya terdapat tiga sekte yang besar dan berpengaruh dalam mazhab Syi‟ah hingga sekarang, yaitu Zaidiyah, Isma‟iliyah dan Imamiyah.[5] 

Konsep Imamah menurut Syi’ah

Dalam studi-studi sejarah politik Islam, penggunaan istilah imam lebih populer di kalangan umat Islam Syi„ah. Bahkan hingga saat ini, penggunaan kata imam masih populer digunakan untuk  memberikan atau menyebut tokoh-tokoh keagamaan mereka. Hal ini dikarenakan dalam tradisi Syi„ah, Imam adalah suatu yang sakral, karena itu,  ia sebagai salah satu dasar agama. Pengangkatannya pun berdasarkan wasiat melalui nash syariat serta menempatkannya pada posisi sebagai pengganti Nabi. Kedudukan imam dalam pandangan Syi„ah, di samping berfungsi sebagai pemimpin spiritual yang sakral juga berfungsi sebagai pemimpin politik. Walau teori imamah itu dikembangkan oleh Syi„ah, namun sebetulnya tradisi penggunaan kata imam juga digunakan dalam tradisi sunni, misalnya pada khalifah-khalifah Abbasiyah. Mereka juga menggunakan gelar imam. Banyak analisis yang dikemukakan oleh para pemerhati politik Islam tentang penggunanaan imam dalam sejarah politik sunni. Menurut para pemerhati politik Islam, penggunaan ini terkait dengan setting sosial-historis yang mempunyai tujuan politis, yaitu untuk membendung pengaruh politik Syi„ah  di dunia  Islam  saat  itu. Untuk keperluan itu, maka para juris sunni pun menggunakan istilah-istilah imam dan imamah dalam pembahasan doktrin politik mereka sebagai strategi menghadapi doktrin Syi„ah.[6]Imamah dalam konsep syi‟ah terdiri dari tiga hal pengertian :

1.   Imamah mengandung arti sebagai pemimpin masyarakat. Dalam hal ini Syi‟ah mempertanyakan siapa pemimpin masyarakat sepeninggal Nabi. Syi‟ah mengatakan bahwa Nabi sendiri telah menunjuk penerusnya dan mengumumkan bahwa sepeninggal dirinya Imam Alilah yang memegang kendali urusan kaum Muslim.

2.   Imamah mengandung arti otoritas keagamaan. Imamah merupakan spesialisasi dalam Islam, suatu spesialisasi yang luar biasa dan ilahiah, yang jauh di atas derajat spesialisasi yang dapat dicapai mujtahid. Para imam adalah pakar dalam Islam. Pengetahuan istimewa mereka mengenai Islam  bukan  didapat dari akal pikiran mereka sendiri yang bisa saja salah. Mereka menerima pengetahuan dengan cara yang tak diketahui.

3. Imamah mengandung arti wilayah. Dalam ajaran Syiah, pengertian ini sangat dititikberatkan. Masalah wilayah menurut Kaum Syi‟ah dapat disamakan dengan masalah manusia sempurna dan penguasa zaman.Kaum Syi‟ah mengakui eksistensi wilayah dan imamah dalam pengertian ini, dan percaya bahwa imam memiliki roh universal.[7]

Keberadaan imamah dalam suatu wilayah begitu mendasar dalam madzhab Syi‟ah  (imamiyah  ),  sehingga  dijadikan  salah  satu  prinsip agama. Seseorang disebut sebagai penganut Syi‟ah jika ia mempercayai adanya imam yang dipilih Nabi Muhammad  saw,  yang  secara  formal berhak  penuh  melanjutkan  kedudukan  beliau  sebagai  imam   seluruh umat yang dalam keyakinan Syi‟ah,  orang  yang  dipilih  nabi  tersebut adalah   Ali   bin   Abi   Thalib,   kerabat   dan   menantu   beliau.Dasar pemikiran kaum Syi‟ah terhadap persoalan ini karena Syi‟ah meyakini bahwa kebijakan Tuhan ( al-himah al-ilahiyyah ) menuntut perlunya pengutusan  para  rasul  untuk  membimbing  umat   manusia.   Demikian pula mengenai imamah, yakni bahwa kebijakan Tuhan juga menuntut perlunya kehadiran seorang imam sesudah meninggalnya seorang rasul untuk membimbing  umat  manusia  dan  memelihara  kemurnian  ajaran para  nabi  dan  agama  ilahi   dari  penyimpangan  dan  perubahan.   Selain itu,  untuk  menerangkan  kebutuhan-kebutuhan  zaman   dan   menyeru umat manusia kepada pelaksanaan ajaran para nabi. Tanpa itu, tujuan penciptaan yaitu kesempurnaan dan kebahagiaan ( al Takamul wa al- sa‟adah ) sulit dicapai, karena tidak ada pembimbing yang dapat mengarahkan umat manusia kepada ajaran para nabi dan rasul.[8]Ketetapan syi‟ah terhadap imamah diantaramya adalah sebagai  berikut :

a.     Para imam memiliki sifat ma‟shum (terjaga dari berbagai kesalahan), mereka terbebas dari melakukan dosa baik semasa kecilnya maupun semasa dewasa, artinya sepanjang hidupnya para imam ini tidak pernah melakukan dosa baik itu dosa keci maupun dosa besar. Lebih dari itu  dalam  pandangan  Syi‟ah, para imam ini juga terlepas dari melakukan kesalahan atau pun lupa.

b.    Setiap imam dititipi ilmu dari Rasulullah saw. untuk menyempurnakan syari‟at Islam. Imam memiliki ilmu laduni. Serta tidak ada perbedaan antara imam dengan Rasulullah saw. Sedang yang membedakan adalah bahwasannya Rasulullah saw. mendapatkan wahyu. Rasulullah saw. telah menitipkan kepada mereka rahasia- rahasia syari‟at Islam, agar mereka mampu memberikan penjelasan kepada manusia sesuai dengan kebutuhan zamannya.

c.   Khawariqul „Adah (sesuatu yang luar biasa). Bahwa peristiwa yang luar biasa boleh terjadi pada diri imam, dan hal itu disebabkan  oleh  mujizat.  Jika  tidak  ada  satu  teks  tertulis  dari imam sebelumnya, maka dalam kondisi seperti itu penentuan imam harus berlangsung dengan sesuatu yang luar biasa itu.

d.    Raj‟ah (muncul kembali). Diyakini oleh para pengikut Syi‟ah bahwa Imam Hasan al-Askari akan datang kembali pada akhir zaman, ketika Allah mengutusnya untuk tampil kembali. Dalam keyakinan mereka, ketika sang imam kembali, ia akan memenuhi bumi dengan keadilan pada saat dunia ini sedang dilanda oleh kekejaman dan kedholiman. Dan ia akan mencari para lawan-lawan dari Syi‟ah sepanjang sejarah.

e.     Imamah dalam Syi‟ah menempati posisi yang vital dalam hal keimanan. Dalam rukun iman Syi‟ah yang jumlahnya ada lima, keimanan terhadap imamah menempati urutan ke empat sesudah iman kepada Allah, al-„Adl (keadilan Allah), dan Nubuwwah (kenabian). Syi‟ah menganggap bahwa masalah kepemimpinan ummat adalah masalah yang terlalu vital untuk diserahkan kepada musyawarah manusia-manusia bisa,  yang bisa saja memilih orang yang salah untuk kedudukan tersebut, dan karenanya bertentangan dengan tujuan wahyu ilahi.[9]

Simpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan seorang pemimpin atau imam menduduki posisi terpenting bagi aliran syi’ah meskipun terpecah menjadi puluhan sekte. Dimana masing-masing sekte memiliki pandangan tersendiri mengenai sifat seorang imam. Dari sekian banyak jumlah sekte syiah dapat dikelompokkan ke dalam moderat, ekstrem dan diantarnya kedua kutub tersebut kelompok yang  moderat  umumnya  memandang  Ali  sebagai  “manusia  biasa”, mereka juga bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.


[1] Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi, (Bandung: Mizan, 1994),Hlm 57

[2] Taufik Abdullah , Ensiklopedia Tematis Dunia Islam (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,2002)Hlm.3

[3] Idil Akbar,Khilafah Islamiyah: Antara Konsep dan Realitas Kenegaraan, Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 1, April 2017, Hlm 101

[4] Moch. Fchruroji, Trilogi Kepemimpinan Islam : Analisis Teoritik terhadap Konsep Khilafah, Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol 4 No. 12 Juli Desember 2008. Hlm 299

[5] Muhammad Iqbal,Fiqh Siyasah :Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,(Jakarta :Kencana,2016)Hlm 132.

6 Imron Rosyadi, Lembaga-Lembaga Pemerintahan dalam Sejarah Politik Islam Sunni, SUHUF, Vol. 24, No. 2, November 2012: 133 – 15. Hlm 141

[7] Idil Akbar,Khilafah Islamiyah: Antara Konsep dan Realitas Kenegaraan, Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 1, April 2017, Hlm 101

[8] Zulkarnain, Konsep Al- Imamah dalam Perspektif Syiah, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 Juli-Desember 2011,Hlm 53-54

[9] Imam Syafi’I, Imamah dalam Pemikiran Politik Islam, Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019.Hlm 40


Konsultasi Hukum

Konsultasi adalah sebuah dialog di dalamnya ada aktivitas berbagi dan bertukar informasi dalam rangka untuk memastikan pihak yang berkons...