Senin, 13 Maret 2023

Teori Imamah dalam Pandangan Syi’ah


Pengertian Imamah

Imamah adalah ism mashdar atau kata benda dari  kata  amama yang artinya “di depan.” Sesuatu yang di depan disebut dengan “imam.” Itulah sebabnya, dalam kehidupan sehari-hari, kata imam sering dimaknai untuk menunjuk orang yang memimpin shalat jamaah. Arti harfiah dari kata tersebut adalah orang yang berdiri di depan untuk menjadi panutan orang-orang yang di belakangnya. Dengan demikian, imam berarti orang yang memimpin orang lain. Sementara itu, imamah adalah  lembaga  kepemimpinan.[1]

Serupa  dengan  penjelasan  Al-Mujam Assy-Syamil  Limustholahat  Alfalsafah  karya  Dr,  Abdul  Munim  AL-Hifny, imam adalah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam agama dan dunia yang harus di ikuti oleh seluruh umat.[2]Al Mawardi memposisikan al- imamah sebagai pengganti tugas kenabian dalam menjaga dan memelihara masalah agama serta urusan keduniaan. At Tafazani mendefinisikan dengan pemimpin tertinggi negara yang bersifat universal dalam mengatur urusan agama dan keduniaan.

Ibnu Khaldun mengatakan imamah adalah muatan seluruh komunitas manusia yang sesuai dengan pandangan syariat guna mencapai kemaslahatan mereka baik di dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan seluruh sistem kehidupan manusia dikembalikan pada pertimbangan dunia demi mendapatkan kemaslahatan akhirat. Dari beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahwa Imamah adalah kekuasaan tertinggi dalam negara Islam yang bersifat menyeluruh dalam memelihara agama dan pengaturan sistem keduniaan dengan berasaskan syariat Islam dan pencapaian maslahat bagi umat di dunia dan akhirat(Nafi, 2010).[3]

Secara teknis, hampir tidak ada perbedaan antara khilafah dan imamah sebagai lembaga kepemimpinan. Namun dalam praktisnya, kata imamah tidak disandarkan pada proses suksesi  sebagaimana yang terjadi dalam proses khilafah yang sebetulnya lebih bernuansa sosial. Konsep imamah pada akhirnya lebih cenderung dipahami bersifat doktrinal. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai persyaratan tertentu yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki posisi imam.Meskipun memiliki tujuan yang sama yakni untuk menegakkan dan mengatur masalah-masalah masyarakat dan kesadaran akan kemestian adanya individu-individu yang memiliki kemampuan yang bekerja mengelolanya, namun konsep imamah adalah konsep yang meyakini bahwa seorang pemimpin adalah seseorang yang ditunjuk oleh Allah. Allamah Thabaththaba‟i memiliki pandangan bahwa seorang imam telah ditunjuk oleh Allah SWT. sepeninggal Rasulullah Saw., dengan tujuan untuk menegakkan budaya dan hukum-hukum agama dan membimbing umat di jalan kebenaran. Itulah sebabnya, konsep imamah lebih  banyak ditemui dalam literatur Syi‟ah. Dan, hal ini kemudian menyebabkan konsep imamah justru lebih banyak ditemui dalam  wilayah  kajian akidah, termasuk salah satu masalah Ilmu Kalam.[4] 

Sekte Syi’ah dan Perbedaan Pandangan dalam Menentukan Imam

Pada perkembangan selanjutnya, aliran syi‟ah ini terpisah menjadi puluhan cabang atau sekte. Perpecahan ini disebabkan antara lain oleh perbedaan pandangan mereka tentang sifat imam, apakah ma‟shum(terpelihara dari dosa) atau tidak, dan perbedaan dalam menentukan pengganti imam. Dalam hal yang pertama, ada  yang memandang bahwa Ali ibn Abi Thalib dan imam-imam lainnya bersifat ma‟shum  sebagaimana  halnya  Nabi  Muhammad  Saw,   seperti   yang dianut imamiyah dan isma‟iliyah. 

Sedangkan sekte yang lain, Zaidiyah memandangnya tidak ma‟shum, sementara dalam  masalah  pergantian imam sebagian kelompok ada yang mengangkat Zaid  ibn  Ali  sementara yang lain tidak menyetujuinya dan mengangkat yang lain sebagai imam mereka. Dari sekian banyak jumlah sekte syiah dapat dikelompokkan ke dalam moderat, ekstrem dan diantarnya kedua kutub tersebut kelompok yang  moderat  umumnya  memandang  Ali  sebagai  “manusia  biasa”, mereka juga bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.

Adapun kelompok ekstrim memperlakukan ali sebagai superman, mereka menempatkan Ali sebagai seorang nabi yang  kedudukannya  lebih  tinggi dari Nabi Muhammad Saw  sendiri,  bahkan  diantara  kelompok  ini  ada yang menganggap Ali  sebagai  penjelma  Tuhan.  

Sementara  kelompok ketiga memandang Ali sebagai  pewaris  sah  jabatan  khalifah  atau  imam dan menuduh Abu Bakar dan  Umar  telah  merebutnya  dari  tangan  Ali. Akan tetapi mereka memperlakukan Ali tidak seperti seorang nabi yang lebih utama dari Nabi Muhammad Saw sendiri apalagi penjelmaan dari Tuhan.Namun diantara semuanya terdapat tiga sekte yang besar dan berpengaruh dalam mazhab Syi‟ah hingga sekarang, yaitu Zaidiyah, Isma‟iliyah dan Imamiyah.[5] 

Konsep Imamah menurut Syi’ah

Dalam studi-studi sejarah politik Islam, penggunaan istilah imam lebih populer di kalangan umat Islam Syi„ah. Bahkan hingga saat ini, penggunaan kata imam masih populer digunakan untuk  memberikan atau menyebut tokoh-tokoh keagamaan mereka. Hal ini dikarenakan dalam tradisi Syi„ah, Imam adalah suatu yang sakral, karena itu,  ia sebagai salah satu dasar agama. Pengangkatannya pun berdasarkan wasiat melalui nash syariat serta menempatkannya pada posisi sebagai pengganti Nabi. Kedudukan imam dalam pandangan Syi„ah, di samping berfungsi sebagai pemimpin spiritual yang sakral juga berfungsi sebagai pemimpin politik. Walau teori imamah itu dikembangkan oleh Syi„ah, namun sebetulnya tradisi penggunaan kata imam juga digunakan dalam tradisi sunni, misalnya pada khalifah-khalifah Abbasiyah. Mereka juga menggunakan gelar imam. Banyak analisis yang dikemukakan oleh para pemerhati politik Islam tentang penggunanaan imam dalam sejarah politik sunni. Menurut para pemerhati politik Islam, penggunaan ini terkait dengan setting sosial-historis yang mempunyai tujuan politis, yaitu untuk membendung pengaruh politik Syi„ah  di dunia  Islam  saat  itu. Untuk keperluan itu, maka para juris sunni pun menggunakan istilah-istilah imam dan imamah dalam pembahasan doktrin politik mereka sebagai strategi menghadapi doktrin Syi„ah.[6]Imamah dalam konsep syi‟ah terdiri dari tiga hal pengertian :

1.   Imamah mengandung arti sebagai pemimpin masyarakat. Dalam hal ini Syi‟ah mempertanyakan siapa pemimpin masyarakat sepeninggal Nabi. Syi‟ah mengatakan bahwa Nabi sendiri telah menunjuk penerusnya dan mengumumkan bahwa sepeninggal dirinya Imam Alilah yang memegang kendali urusan kaum Muslim.

2.   Imamah mengandung arti otoritas keagamaan. Imamah merupakan spesialisasi dalam Islam, suatu spesialisasi yang luar biasa dan ilahiah, yang jauh di atas derajat spesialisasi yang dapat dicapai mujtahid. Para imam adalah pakar dalam Islam. Pengetahuan istimewa mereka mengenai Islam  bukan  didapat dari akal pikiran mereka sendiri yang bisa saja salah. Mereka menerima pengetahuan dengan cara yang tak diketahui.

3. Imamah mengandung arti wilayah. Dalam ajaran Syiah, pengertian ini sangat dititikberatkan. Masalah wilayah menurut Kaum Syi‟ah dapat disamakan dengan masalah manusia sempurna dan penguasa zaman.Kaum Syi‟ah mengakui eksistensi wilayah dan imamah dalam pengertian ini, dan percaya bahwa imam memiliki roh universal.[7]

Keberadaan imamah dalam suatu wilayah begitu mendasar dalam madzhab Syi‟ah  (imamiyah  ),  sehingga  dijadikan  salah  satu  prinsip agama. Seseorang disebut sebagai penganut Syi‟ah jika ia mempercayai adanya imam yang dipilih Nabi Muhammad  saw,  yang  secara  formal berhak  penuh  melanjutkan  kedudukan  beliau  sebagai  imam   seluruh umat yang dalam keyakinan Syi‟ah,  orang  yang  dipilih  nabi  tersebut adalah   Ali   bin   Abi   Thalib,   kerabat   dan   menantu   beliau.Dasar pemikiran kaum Syi‟ah terhadap persoalan ini karena Syi‟ah meyakini bahwa kebijakan Tuhan ( al-himah al-ilahiyyah ) menuntut perlunya pengutusan  para  rasul  untuk  membimbing  umat   manusia.   Demikian pula mengenai imamah, yakni bahwa kebijakan Tuhan juga menuntut perlunya kehadiran seorang imam sesudah meninggalnya seorang rasul untuk membimbing  umat  manusia  dan  memelihara  kemurnian  ajaran para  nabi  dan  agama  ilahi   dari  penyimpangan  dan  perubahan.   Selain itu,  untuk  menerangkan  kebutuhan-kebutuhan  zaman   dan   menyeru umat manusia kepada pelaksanaan ajaran para nabi. Tanpa itu, tujuan penciptaan yaitu kesempurnaan dan kebahagiaan ( al Takamul wa al- sa‟adah ) sulit dicapai, karena tidak ada pembimbing yang dapat mengarahkan umat manusia kepada ajaran para nabi dan rasul.[8]Ketetapan syi‟ah terhadap imamah diantaramya adalah sebagai  berikut :

a.     Para imam memiliki sifat ma‟shum (terjaga dari berbagai kesalahan), mereka terbebas dari melakukan dosa baik semasa kecilnya maupun semasa dewasa, artinya sepanjang hidupnya para imam ini tidak pernah melakukan dosa baik itu dosa keci maupun dosa besar. Lebih dari itu  dalam  pandangan  Syi‟ah, para imam ini juga terlepas dari melakukan kesalahan atau pun lupa.

b.    Setiap imam dititipi ilmu dari Rasulullah saw. untuk menyempurnakan syari‟at Islam. Imam memiliki ilmu laduni. Serta tidak ada perbedaan antara imam dengan Rasulullah saw. Sedang yang membedakan adalah bahwasannya Rasulullah saw. mendapatkan wahyu. Rasulullah saw. telah menitipkan kepada mereka rahasia- rahasia syari‟at Islam, agar mereka mampu memberikan penjelasan kepada manusia sesuai dengan kebutuhan zamannya.

c.   Khawariqul „Adah (sesuatu yang luar biasa). Bahwa peristiwa yang luar biasa boleh terjadi pada diri imam, dan hal itu disebabkan  oleh  mujizat.  Jika  tidak  ada  satu  teks  tertulis  dari imam sebelumnya, maka dalam kondisi seperti itu penentuan imam harus berlangsung dengan sesuatu yang luar biasa itu.

d.    Raj‟ah (muncul kembali). Diyakini oleh para pengikut Syi‟ah bahwa Imam Hasan al-Askari akan datang kembali pada akhir zaman, ketika Allah mengutusnya untuk tampil kembali. Dalam keyakinan mereka, ketika sang imam kembali, ia akan memenuhi bumi dengan keadilan pada saat dunia ini sedang dilanda oleh kekejaman dan kedholiman. Dan ia akan mencari para lawan-lawan dari Syi‟ah sepanjang sejarah.

e.     Imamah dalam Syi‟ah menempati posisi yang vital dalam hal keimanan. Dalam rukun iman Syi‟ah yang jumlahnya ada lima, keimanan terhadap imamah menempati urutan ke empat sesudah iman kepada Allah, al-„Adl (keadilan Allah), dan Nubuwwah (kenabian). Syi‟ah menganggap bahwa masalah kepemimpinan ummat adalah masalah yang terlalu vital untuk diserahkan kepada musyawarah manusia-manusia bisa,  yang bisa saja memilih orang yang salah untuk kedudukan tersebut, dan karenanya bertentangan dengan tujuan wahyu ilahi.[9]

Simpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan seorang pemimpin atau imam menduduki posisi terpenting bagi aliran syi’ah meskipun terpecah menjadi puluhan sekte. Dimana masing-masing sekte memiliki pandangan tersendiri mengenai sifat seorang imam. Dari sekian banyak jumlah sekte syiah dapat dikelompokkan ke dalam moderat, ekstrem dan diantarnya kedua kutub tersebut kelompok yang  moderat  umumnya  memandang  Ali  sebagai  “manusia  biasa”, mereka juga bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.


[1] Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi, (Bandung: Mizan, 1994),Hlm 57

[2] Taufik Abdullah , Ensiklopedia Tematis Dunia Islam (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,2002)Hlm.3

[3] Idil Akbar,Khilafah Islamiyah: Antara Konsep dan Realitas Kenegaraan, Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 1, April 2017, Hlm 101

[4] Moch. Fchruroji, Trilogi Kepemimpinan Islam : Analisis Teoritik terhadap Konsep Khilafah, Imamah dan Imarah, Jurnal Ilmu Dakwah Vol 4 No. 12 Juli Desember 2008. Hlm 299

[5] Muhammad Iqbal,Fiqh Siyasah :Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,(Jakarta :Kencana,2016)Hlm 132.

6 Imron Rosyadi, Lembaga-Lembaga Pemerintahan dalam Sejarah Politik Islam Sunni, SUHUF, Vol. 24, No. 2, November 2012: 133 – 15. Hlm 141

[7] Idil Akbar,Khilafah Islamiyah: Antara Konsep dan Realitas Kenegaraan, Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 1, April 2017, Hlm 101

[8] Zulkarnain, Konsep Al- Imamah dalam Perspektif Syiah, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 Juli-Desember 2011,Hlm 53-54

[9] Imam Syafi’I, Imamah dalam Pemikiran Politik Islam, Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019.Hlm 40


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Konsultasi Hukum

Konsultasi adalah sebuah dialog di dalamnya ada aktivitas berbagi dan bertukar informasi dalam rangka untuk memastikan pihak yang berkons...